Jumat, 20 April 2012

Pembelajaran Kontekstual


1.1.Latar Belakang Masalah
            Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kualitas manusia seutuhnya adalah misi pendidikan yang menjadi tanggung jawab profesional setiap guru. Pendidikan yang berorientasi pada kualitas ini menghadapi berbagai tantangan yang tidak bisa ditanggulanggi dengan paradigma yang lama. Guru tidak cukup hanya menyampaikan materi kepada siswa di kelas karena materi yang diperolehnya tidak selalu sesuai dengan perkembangan masyarakat. Untuk menghadapi hal tersebut perlu dilakukan penataan terhadap sistem pendidikan secara menyeluruh terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan, serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja.          Seiring dengan kemajuan zaman maka perkembangn ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan yang besar. Abad 21 ditandai oleh pesatnya perkembangan IPA dan teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi. Carin dan Sund dalam Trianto (2007:100) mendefenisikan Ilmu pengetahuan Alam (IPA) sebagai “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal) dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”. Mata pelajaran fisika, baik yang di SMP maupun SMA adalah bagian dari mata pelajaran IPA yang dalam mempelajarinya diperlukan pembuktian konsep dengan eksperimen dan mengaitkannya dengan kehidupan nyata. Oleh sebab itu, diperlukan cara pembelajaran yang dapat menyiapkan peserta didik untuk mampu berpikir logis, kritis, serta dapat berargumentasi dengan benar. Untuk itu guru perlu melaksanakan pembelajaran yang efektif dan efisien untuk memahami setiap materi pelajaran.
            Menurut Slameto (2003:76) “belajar yang efektif dan efisien dapat tercapai apabila menggunakan strategi belajar yang tepat. Strategi belajar diperlukan untuk mencapai hasil yang semaksimal mungkin”. Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap guru mata pelajaran fisika yaitu bapak Abdon yang mengajar di SMPN 3 Kisaran, kegiatan belajar mengajar yang selama ini dilakukan hanya berpusat pada guru dan cenderung hanya menghapal rumus-rumus dan mengerjakan soal sehingga untuk mata pelajaran fisika nilai rata-rata siswa masih rendah yaitu 62,00 sedangkan syarat ketuntasan belajar di sekolah tersebut adalah nilai 65,00. Penulis juga melakukan wawancara dengan para siswa, rata-rata dari mereka menyatakan bahwa selama ini pembelajaran fisika hanya mencatat dan menyelesaikan soal. Berdasarkan pengamatan penulis sewaktu melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) terlihat jelas bahwa kegiatan pembelajaran fisika hanya berpusat pada guru dan pemilihan strategi pembelajaran yang bersifat tradisional tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk melibatkan diri dalam membuktikan teori dan konsep fisika secara nyata. Sesuai dengan pendapat Kunandar (2007:294) yang menyatakan bahwa “ sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta –fakta yang harus dihapal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar”. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar yang baru yang lebih memberdaya peserta didik. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa manghapal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkontruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
Pembelajaran yang berorientasi pada penugasan materi dianggap gagal menghasilkan peserta didik yang aktif, kreatif, dan inovatif. Peserta didik berhasil “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali peserta didik memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Oleh karena itu, perlu ada perubahan strategi pembelajaran yang lebih bermakna sehingga dapat membekali peserta didik dalam menghadapi permasalahan hidup yang dihadapi sekarang maupun yang akan datang.
            Melalui landasan filosofi kontruktivisme Strategi Kontekstual  dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Strategi Kontekstual  merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah, artinya belajar akan lebih bermakna jika anak “bekerja” dan “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan sekedar “mengetahuinya. Pembelajaran tidak hanya sekedar kegiatan mentransfer pengetahuan dari guru kepada siswa, tetapi bagaimana siswa memaknai apa yang dipelajarinya itu. Dalam hal ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka menyadari apa yang mereka pelajari akan berguna bagi hidupnya kelak. Dengan demikian, mereka akan belajar lebih semangat dan penuh kesadaran.
            Dalam pembelajaran kontekstual tugas guru adalah memfasilitasi siswa dalam menemukan sesuatu yang baru (pengetahuan dan keterampilan) melalui pembelajaran secara sendiri bukan apa kata guru. Siswa benar-benar mengalami dan menemukan sendiri apa yang dipelajari sebagai hasil konstruksi sendiri. Dengan demikian siswa akan lebih produktif dan inovatif.
            Menurut Johnson (2008:58) “Pembelajaran kontekstual adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membentuk siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya”. Hal yang sama yang juga dikemukakan oleh Wina Sanjaya (2008:253) yang mendefenisikan “Strategi kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka”.
            Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu Fadillah (2007) dan Erlita (2008) ternyata ada peningkatan hasil belajar siswa dengan pembelajaran kontekstual tetapi belum mencapai hasil yang cukup maksimal karena disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah kurang aktifnya siswa dalam proses belajar mengajar, keterbatasan waktu. Untuk itu pada penelitian ini penulis berusaha mengatasi kendala-kendala yang ada dengan cara menggunakan media pembelajaran yang sederhana dan lebih memotivasi siswa serta lebih mengefisienkan waktu.


Pengertian Belajar                     
Menurut Slameto (2003:2) “belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Henry E.Garret dalam Syaiful Sagala (2009:13) menyatakan bahwa “belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu.
Dari pengertian di atas maka belajar dapat diartikan merupakan peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang yang diperoleh melalui latihan dan pengalaman sehari-hari diperlihatkan dalam bentuk perubahan yang lebih baik. Jika didalam suatu proses belajar seseorang tidak mendapatkan suatu peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan, dapat dikatakan orang tersebut sebenarnya belum mengalami proses belajar. 

Hasil Belajar
Menurut Nana Sudjana (2005:22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Kemudian Winkel mengemukakan beberapa ciri dari hasil belajar yaitu :
1.      Hasil belajar tidak mutlak perlu harus selalu berlangsung dengan penuh kesadaran, sebab ada hasil belajar yang diperoleh tanpa subyek menyadari telah berlangsung suatu proses belajar.
2.      Hasil belajar tidak mutlak harus disertai maksud/intensi yang jelas, sebab orang memiliki sesuatu yang merupakan efek/sampingan dari hasil belajar yang sebenarnya dituju.
3.      Perubahan (hasil belajar) tidak harus selalu langsung nampak dalam prilaku (ovet behavior), sebab ada hasil belajar yang tersembunyi.
4.      Hasil belajar dapat berupa penyempurnaan suatu hasil belajar yang diperoleh sebelumnya.
Dalam Chabib Thoha (2001:27) dijelaskan “Taksonomi hasil belajar Blomm dibagi atas tiga domain yaitu ranah cognitive, ranah affective, dan ranah psycho-motor”. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, ranah afektif berhubungan dengan kemampuan perasaan, sikap dan kepribadian, sedangkan ranah psikomotor berhubungan  dengan persoalan keterampilan motorik yang dikendalikan oleh kematangan psikologis. 



Makna Mengajar
Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Menurut Sardiman (2008:47) ”kalau belajar dikatakan milik siswa, maka mengajar sebagai kegiatan guru Sardiman”. Pakar pendidikan, Sikun Pribadi dalam Thoifuri (2008:37) berpendapat bahwa, ”mengajar adalah kegiatan pembinaan yang terkait dengan ranah kognitif dan psikomotorik”. Menurut William Burton dalam Uzer Usman (2004:21), mengajar adalah membimbing kegiatan belajar siswa sehingga ia mau belajar.”teaching is the guidance of learning activities, teaching is for purpose of aiding the pupil learn”.
Pengertian lain mengajar adalah membimbing kegiatan siswa belajar atau mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan kegiatan belajar. Makna ini lebih membuka peluang seluas-luasnya kepada siswa (student centered) karena peran guru adalah membimbing, mengatur, dan menumbuhkan siswa untuk mampu melakukan belajar. Guru mengajar dikatakan membimbing karena guru mengarahkan apa yang menjadi kebutuhan, minat dan tujuan siswanya. Guru mengajar dikatakan mengatur karena guru dapat menciptakan situasi pembelajaran dalam lingkungan yang kondusif. Menurut Thoifuri (2008: 40 - 41) Guru mengajar dapat dikatakan menumbuhkan, karena guru mampu memberi motivasi terhadap anak didiknya.
Dari pengertian diatas maka mengajar bermakna sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar.



Strategi Pembelajaran Kontekstual
2.2.1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Menurut Wina Sanjaya (2006:253), ”Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan yang nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka”. Menurut Johnson dalam Kunandar (2007:295) ”pembelajaran kontekstual  adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membentuk siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya”. Melalui landasan filosofis konstruktivisme, CTL dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi kontekstual, siswa diharapkan belajar melalui “mengalami ” bukan “menghapal” Zahorik dalam Kunandar (2007:295). The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning dalam Kunandar (2007:295) mengartikan ”pembelajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan diluar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata”. Pembelajaran kontektual terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah riil yang berasosiasi dengan peranan dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan selaku pekerja. Center on Education and Work at the University of Wisconsin Madison dalam Nurhadi (2006:296) mengartikan ”pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situai dunia nyata dengan memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan pekerja serta meminta ketekunan belajar”.





2.2.2. Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual
           Menurut Wina Sanjaya (2006:262-266) CTL sebagai suatu strategi pembelajaran memiliki 7 komponen. Komponen-komponen ini melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan strategi CTL. Ketujuh komponen tersebut adalah :
1.      Konstruktivisme
            Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua factor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut.
2.      Inkuiri
            Komponen kedua dalam CTL adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlh fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Secara umum proses inkuiridapat dilakukan melalui beberapa langkah yaitu: merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan, dan membuat kesimpulan.
3.      Bertanya (Questioning)
            Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan akemamouan seseorang dalam berfikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa menemukan sendiri.
4.      Masyarakat Belajar
            Konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam bentuk kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah.



5.      Pemodelan
            Yang dimaksud dengan komponen modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya, guru memberikan contoh bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olahraga memberikan contoh bagaimanacara melempar bola, dan sebagainya.
6.      Refleksi
            Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.
7.      Penilaian Nyata
            Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.
2.2.3. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Kontekstual
Dalam bukunya yang berjudul Strategi Pembelajaran Wina Sanjaya (2006:253-254) menyatakan ada tiga hal yang menjadi konsep dasar dari pembelajaran kontekstual yaitu:
1.  CTL menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman langsung.
2. CTL mendorong agar siswa mampu menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehipan nyata.
3. CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran tersebut dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

2.2.4. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual (CTL)
            Menurut Wina Sanjaya (2006:254) terdapat lima karateristik penting dalam proses pembelajaran kontektual.
  • Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlapas dari pengetahuan yan suadah dipelajari, dengan demikiana pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
  • Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudidn memerhatikan detailnya.
  • Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan diperoleh bukan untuk dihapal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
  • Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge ), artinya pengetahuan dan pengalaman diperolah harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
  • Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.



1 komentar:

  1. Lucky Club Casino Site - Best Odds Guaranteed | Lucky Club
    Lucky Club casino site is an old school online casino site, operating in 2002, operated by the same owner of luckyclub.live Bally's Casino, that was closed in 2001.

    BalasHapus